Pemalsuan Madu
Seiring maraknya peredaran madu palsu, masyarakat seharusnya memiliki pengetahuan yang cukup terkait keaslian madu. Secara kasat mata, menentukan keaslian madu memang sulit dilakukan. Namun, madu asli memiliki kandungan bahan kimia yang berbeda dengan madu palsu. Dari kandungan-kandungan alami madu dan uji laboratorium mengenai keberadaan zat-zat di dalam madu, kita dapat mengetahui keaslian madu. Terdapat beberapa indikasi dalam uji kuantitas yang diperkirakan menandakan bahwa suatu madu adalah madu palsu atau campuran. Diantaranya yaitu apabila kadar sukrosa madu naik, kadar enzim fluktuatif, kadar abu fluktuatif, kandungan mineral turun, perbedaan aroma dan rasa, dan kandungan hidroksimetilfurfural (HMF) berubah. HMF pada dasarnya adalah pecahan dari sukrosa dan fruktosa. Kandungan HMF maksimal pada madu adalah 50 mg/kg. Jika lebih dari angka tersebut, dapat dipastikan bahwa madu tersebut palsu atau dicampur karena adanya gula tambahan dari bahan yang dicampurkan. Dari segi perban-dingan, glukosa pada madu asli cenderung lebih banyak dibandingkan gula yang lain. Sedangkan pada madu palsu, kandungan sukrosa cenderung lebih menonjol. Selain itu, dengan pengujian kimia sederhana menggunakan pH meter kita dapat menge-tahui keaslian madu. Madu yang diuji ter-bukti asli apabila memiliki pH antara 3,4 sampai 4,5. Madu yang memiliki campuran atau secara keseluruhan palsu, biasanya memiliki pH di atas atau di bawah kisaran tersebut yaitu pada angka 2,4 – 3,3 atau di atas angka 5.Kadar HMF dapat menjadi indikator kerusakan madu oleh pemanasan yang berlebihan atau karena penambahan gula invert (sebuah campuran bagian yang sama dari glukosa dan fruktosa yang dihasilkan dari hidrolisis sukrosa). Kedua perlakuan tersebut akan meningkatkan kadar HMF (Winarno, 1982). Semakin lama penyim-panan menyebabkan kadar HMF pada madu semakin tinggi (White, 1994).Kenaikan kadar HMF juga disebabkan oleh suhu penyimpanan. Hal tersebut di-dukung oleh hasil penelitian Almayanthy (1998) yang menunjukkan bahwa kadar HMF madu yang disimpan pada suhu 28°C lebih tinggi dibandingkan pada suhu 3°C dan 5°C. Warna madu akan semakin gelap seiring meningkatnya kadar HMF karena oksigen dari udara akan mengoksidasi HMF sehingga membentuk warna gelap pada madu (Bogdanov et al., 2004).Tingginya kadar HMF dalam madu akan menurunkan kualitas madu karena kandungan HMF dalam memiliki ke-terkaitan dengan beberapa karakteristik kimia madu lainnya seperti kadar air, pH, kadar asam bebas, kadar gula pereduksi, serta aktivitas enzimatik dalam madu (Kowalski et al., 2013). Kadar maksimum HMF dalam madu yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius dan European Union adalah maksimum 40 mg/kg untuk madu yang berasal dari daerah beriklim subtropis dan maksimum 80 mg/kg untuk madu yang berasal dari dearah beriklim tropis (Bogdanov, 2011). SNI menetapkan kadar HMF dalam madu yakni tidak melebihi 50 mg/kg (SNI 3545:2013). Selain itu pada beberapa pe-nelitian menyebutkan bahwa HMF me-miliki sifat toksisitas, mutagenik dan karsinogenik (Chi et al., 1998; Jankowski et al., 2002). Madu asli juga memiliki aktivitas enzim diastase yang tinggi. Enzim merupa-kan senyawa kompleks yang tidak dapat dibuat oleh manusia. Enzim diastaste itu sendiri merupakan enzim yang berfungsi untuk mengubah karbohidrat kompleks atau polisakarida menjadi karbohidrat sederhana atau monosakarida. Enzim ini secara alami berada di dalam madu dan sulit didapatkan dari bahan lainnya. Apabila madu yang diuji memiliki aktivitas enzim diastase minimal 3, maka madu tersebut adalah madu asli. Sedangkan pada madu palsu, aktivitas enzim ini hanya berkisar pada angka yang sangat rendah yaitu 0,005 hingga 0,1. Selain itu terdapat pula enzim lain di dalam madu yaitu invertase yang berfungsi untuk memecah molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, glukosa oksidase yang berperan sebagai pembantu oksidasi glukosa menjadi asam peroksida, peroksidase yang melakukan proses oksidasi metabolisme, serta lipase. Madu mengandung banyak mineral seperti natrium, kalsium, magnesium, alumunium, besi, fosfor, dan kalium. Vitamin-vitamin yang terdapat dalam madu adalah tiamin (B1), riboflavin (B2), asam askorbat (C), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K (Suranto, 2004).Perbedaan nyata antara madu murni dan madu tidak murni terletak pada komposisi kimianya (Sutami, 2003). Terdapat beberapa cara untuk mengetahui kemurnian madu, salah satunya dapat dilakukan uji gula dengan cara Kromato-grafi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Peformance Liquid Cromatografi (HPLC) (Ratnayani et al., 2008). Analisis kimia yang membutuhkan tenaga ahli dan peralatan khusus, tidak semua orang dapat melakukannya, maka pengujian madu pada prakteknya di lapangan sering diuji dengan cara-cara berdasarkan pengetahuan atas informasi yang berhubungan di masyarakat walaupun belum dapat dibuktikan keakuratannya. Beberapa cara yang sering digunakan masyarakat untuk menilai kemurnian madu antara lain menguji kemurnian madu seperti menggunakan semut, perembesan madu bila ditetes ke koran, korek api yang dicelupkan dalam madu murni masih dapat menyala, berwarna kuning tua, madu akan mengkristal jika diaduk ke dalam kuning telur, menyimpan gas atau udara, tidak membeku bila dimasukan ke dalam lemari es. Berdasarkan informasi tersebut berkem-banglah beberapa cara pengujian kemurnian madu. Pengujian tersebut belum teruji ke-efektifannya.Ansori (2002) melakukan pengujian kemurnian madu yang ditambahkan dengan sukrosa, fruktosa, glukosa dan gula aren dengan menggunakan uji bakar, uji rembes, uji koagulasi, uji kristalisasi, dan uji larut, dan dari kelima uji tersebut hanya uji larut yang paling akurat untuk menguji kemurnian madu. Selain kelima uji tersebut masih banyak uji lainnya yakni uji kelarutan, uji pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji ikan mentah, uji buih, dan uji iod yang telah diketahui akurasinya menggunakan beberapa sampel madu palsu. Madu memiliki banyak manfaat sehingga marak terjadi pemalsuan madu. Masyarakat perlu mengetahui kualitas madu yang dikonsumsinya. Salah satunya dengan melakukan pengujian kandungan hidroksimetilfurfural (HMF) dalam madu. Dari segi ilmu kimia, terdapat beberapa analisa yang bisa dilakukan untuk mengetahui keaslian madu. Analisis karbon, analisis mikroskopis, analisis HMF, analisis polaritas cahaya merupakan beberapa uji yang biasa dilakukan untuk mengetahui keaslian madu. Uji kimia yang dilakukan adalah analisis hidroksi-metilfurfural (HMF). Pengukuran kadar HMF pada madu menggunakan spektro-fotometer, dan pengolahan data hasil analisis hidroksimetilfurfural meliputi Standar Baku Relatif (SBR) Horwitz dan % perolehan kembali atau recovery.Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa: Uji Kandungan Hidroksimetilfurfural (HMF) Sebagai Parameter Kualitas Madu.